Abad ke-empat belas adalah masa peradaban Hindu di Indonesia. Dimana
kerajaan Majapahit berkuasa dengan masa keemasannya dibawah
pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Madanya yang terkenal
dengan sumpahnya, " Tidak akan makan buah Palapa sampai seluruh
Indonesia bersatu," Pada akhir abad keempat belas kerajaan Hindu mulai
runtuh sejak Kesultanan Demak yang beragama Islam di Utara Jawa,
musuhnya, mulai bangkit dibawah Rajanya Sultan Bintoro atau Raden
Patah.
Pada tahun 1527 Sultan Bintoro menyerang kerajaan Majapahit Hindu yang terakhir di Kediri.
Keluarga
kerajaan melarikan diri dari Istana, diantaranya adalah Kebo Kenanga,
putera dari Raja Andayaningrat, raja terakhir Majapahit.
Kebo
Kenanga beserta keluarganya dan juga perajurit pengikutnya melarikan
diri dan menetap di hutan Pengging disebelah timur gunung Merapi
sebagai pengungsi. Mereka bekerja keras membersihkan hutan dan
mendirikan pemukiman baru bagi keluarga dan pengikutnya.
Kebo
Kenanga menukar agamanya menjadi Islam dan namanya menjadi Ki Ageng
Pengging. Ki dimuka namanya menandakan bahwa dia adalah guru agama.
Kemudian dia berteman dengan guru-guru agama Islam yang lain diantaranya
adalah Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang.
Akan tetapi kakaknya, Kebo Kanigara menolak untuk memeluk agama Islam, dia pergi masuk hutan dan menjadi pertapa.
Setelah
dua tahun berdiam di Pengging, Ki Ageng Pengging mendapatkan seorang
anak yang diberi nama Karebet. Dia lahir sewaktu ayahnya sedang
menikmati pertunjukan wayang beber atau wayang karebet, maka itu lah
namanya Karebet.
Ki Ageng Pengging menjadi guru agama yang terkenal dan desanya menjadi makmur karena kepemimpinannya.
Sementara itu Raja Demak, Sultan Bintoro tidak senang dengan kemakmuran Pengging.
"
Pengging adalah daerah kekuasaanku, mengapa pimpinan Pengging tidak
pernah datang kepadaku dan membayar pajak," Sultan berkata kepada
gurunya Sunan Kudus.
" Jadi apa menurut pemikiran anda?" kata Sunan Kudus.
" Saya ingin anda pergi ke Pengging dan katakan kepada Ki Pengging agar datang menghadap saya sekarang juga," kata Sultan.
Sunan Kudus bersama tujuh orang perajurit Demak bersenjata lengkap pergi ke Pengging guna menemui Ki Ageng Pengging.
Dia bertemu dan berhadapan muka dengan Ki Ageng Pengging dirumahnya.
Setelah bercakap-cakap mengenai masalah-masalah yang ringan sifatnya sampailah kepada hal yang prinsip.
" Jadi mengapa saudara tidak pernah datang ke Istana dan menghadap baginda secara langsung?," kata Sunan Kudus
"
Saya mohon maaf belum dapat datang sekarang disebabkan banyak hal di
Pengging yang harus diselesaikan; tolong sampaikan permintaan maaf saya
kepada Baginda," kata Ki Ageng Pengging.
" Saya datang kesini
atas perintah Raja guna meminta kepada anda datang ke Istana guna
menghadap Raja sekarang juga,ini adalah perintah,apakah kamu mengerti?"
kata Sunan Kudus.
Situasi menjadi semakin kritis. Sunan Kudus
memegang hulu kerisnya, demikian juga Ki Ageng Pengging; nampaknya
keduanya siap untuk berkelahi. Beberapa waktu kemudian mereka saling
menusukan kerisnya. Sunan Kudus lebih banyak menyerang dibanding Ki
Ageng Tingkir.
Setelah beberapa lama tampak Sunan Kudus berhasil
mengatasi lawannya dan memberikan satu tusukan pada lengan atas Ki
Pengging. Disebabkan keris Sunan Kudus mengandung racun warangan, maka
Ki Ageng Pengging mati seketika.
Ketujuh perajurit
pengawalnya dengan gerak cepat membentuk pengawalan kepada Sunan Kudus.
Kemudian mereka mundur perlahan-lahan dengan keris ditangannya
masing-masing.
Ki Pengging tidak mempunyai pengawal yang
profesional, yang ada adalah rakyatnta sebagai petani dan pemukim baru.
Mereka melihat pemimpinnya mati ditusuk dan mereka siap membela guna
menyerang pengacau dari Demak.
Tanpa diperintahkan, mereka
segera menyerang para pengacau dari Demak. Tapi karena perajurit Demak
memang profesional dalam berkelahi, maka mereka kalah. Kemudan para
pengacau Demak ini pulang kembali ke Demak.
Rakyat di
Pengging sangat bersedih dengan kematian pemimpinnya. Empat puluh hari
kemudian, isteri Ki Ageng Pengging pun meninggal dunia disebabkan
kesedihan yang mendalam.
Mas Karebet tinggal sendirian
sebagai yatim piatu. Teman-teman ayahnya sangat bersimpati dengan anak
yatim yang malang ini diantaranya Ki Ageng Tingkir; dia memutuskan
mengangkat anak.
Disebabkan Karebet tinggal dirumah besar
Ki Ageng Tingkir, maka Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Jaka
Tingkir. Rumah Ki Ageng Tingkir letaknya dilain desa; rumah ini besar
karena Ki Ageng Tingkir terkenal kaya raya. Tak berapa lama kemudian,
Ki Ageng Tingkir pun meninggal dunia, jadilah Nyonya Ki Ageng Tingkir
janda.
Sewaktu umur Jaka Tingkir genap dua puluh tahun, Nyonya
Tingkir mengrimnya ke Ki Ageng Sela untuk menjadi muridnya. Pada waktu
itu tidak ada sekolah formal, yang ada hanyalah guru yang mengajarkan
Silat, seni bela diri tradisional, Agama Islam, dan ilmu spiritualisme
dan mistik. Ki Ageng Sela adalah guru yang terkenal sakti.
Rumor
mengatakan bahwa dia pernah menangkap kilat dari langit yang akan
menghantam mesjid Agung Demak. Oleh sebab itu Masyarakat percaya bahwa
dia menpunyai kekuatan Super natural.
Ki Ageng Sela juga
mempunyai keturunan Ningrat Majapahit karena dia adalah anak dari
Kidang Talengkas atau Jaka Tarub yang kimpoi dengan Dewi.
Jaka Tingkir menghadap Ki Ageng Sela.
"
Engkau dapat belajar dari saya tentang ilmu apapun, selamat datang,
tetapi dengan satu syarat, apakah kamu setuju?" kata Ki Ageng Sela.
Ki
Ageng Sela mempunyai kekuatan supernatural oleh karenanya dia dapat
membaca keadaan masa depan demikian pula dengan masa depan dari Jaka
Tingkir.
" Saya titipkan anak dan cucu saya kepadamu; bawalah dia
didalam kesenangan maupun kesusahan, jangan tinggalkan mereka." kata Ki
Ageng Sela.
" Saya akan melaksanakan pesan Guru semampu saya," kata Jaka Tingkir.
"
Saya percaya kepadamu. Jika saya tidak salah melihat, maka kamu
diramalkan nantinya akan mendapat karunia dari Tuhan berupa kedudukan
yang baik dimasyarakat. Oleh sebab itu kamu harus selalu dekat dengan
Tuhan dan menjalankan perintahNya.
Jaka Tingkir adalah
murid yang cerdas dan rajin; semua ilmu dipelajari dengan baik, maka
Guru menjadi senang sehingga Jaka diangkat menjadi anaknya.
Pada
suatu malam Ki Ageng Sela bermimpi membabat hutan untuk membuat
ladang; sewaktu dia datang ke hutan dia melihat Jaka Tingkir sudah ada
disitu bahkan sudah menebang beberapa pohon disitu; kemudian dia
terbangun.
Dia berpikir tentang mimpinya, apakah arti
mimpi ini. Kata orang mimpi membersihkan hutan berarti akan menjadi
raja; kalau begitu Jaka Tingkir akan menjadi raja suatu waktu.
Ki
Ageng Sela sebagai keturunan ningrat Majapahit selalu ber-doa memohon
kepada Tuhan YME, agar keturunannya kelak dapat menjadi raja suatu saat
nanti; dia berdoa agar harapannya dapat terkabul.
" Jaka pernahkah engkau bermimpi yang menurut kamu mimpi itu aneh?, tanya Ki Ageng Sela.
"
Pernah guru, saya bermimpi bulan jatuh dipangkuan saya, itu terjadi
sewaktu saya bertapa di gunung Talamaya. Dan sewaktu saya bangun, saya
mendengar suara dentuman yang berasal dari puncak gunung itu." kata Jaka
Tingkir.
" Anakku,itu adalah mimpi yang bagus sekali. Untuk
membuka tabir mimpi itu maka sebaiknya kamu pergi ke Demak dan menjadi
abdi disana guna merebut posisi yang baik dilingkungan Istana, saya
akan berdoa untuk kesuksesan kamu" kata Ki Ageng Sela.
Setelah Ki Ageng Sela memberi wejangan dia melepas keberangkatannya menuju Demak.
Sebelum pergi ke Demak, Jaka Tingkir mampir dulu menemui ibu angkatnya sekedar mengucapkan salam.
Ibu
angkatnya terkejut melihat anaknya pulang terlalu awal. " Apakah
engkau sudah menyelesaikan tugas belajarmu?, tentu engkau adalah murid
terpandai," kata Nyonya Tingkir.
" Tidak ibu, tetapi saya mendapat tugas untuk pergi keDemak guna mengabdi ke Istana." kata Jaka Tingkir.
"
Demak?, nampak ketidak senangan Nyonya Tingkir dengan Demak, karena
dia teringat akan kematian ayah anaknya yang dibunuh oleh Sultan
Bintoro.
" Demak akan mengalami kemajuan dan saya akan mendapat
suatu posisi yang bagus dikalangan Istana, demikian ramalan Ki Ageng
Sela , guruku," kata Jaka.
" Barangkali dia benar karena dia
mempunyai kekuatan supernatural; baiklah saya mendukung rencana ini,
dan saya minta kamu untuk tinggal di saudaraku didesa Ganjur, pamanmu
disana sebagai lurah Ganjur. Tinggalah disini untuk dua hari karena
saya masih kangen dengan kamu," kata Nyonya Tingkir.
Selama
tinggal dirumah, Jaka bekerja di sawah bertanam padi. Selagi dia
bertanam, ada orang menegur, " Hai Jaka mengapa kamu masih ada disini?,
bukankah kamu harus ke Demak secepatnya?" Dia adalah Sunan Kali Jaga,
salah satu dari sembilan orang suci yang pertama membawa agama Islam.
Sebagai orang alim dia tau akan masa depan Jaka, maka dia menganjurkan
agar Jaka segera ke Demak.
Kerajaan Demak dengan raja pertamanya adalah Sultan Bintoro atau Raden Patah. Beliau wafat pada tahun 1518.
Sultan mempunyai anak-anak seperti dibawah ini.
Yang
pertama adalah Ratu Mas, beliau menikah dengan Pangeran Cirebon.
Walaupun dia anak tertua, tapi dia tidak berhak untuk menjadi Raja,
karena perempuan.
Putera yang kedua adalah Pati Unus atau
Pangeran Sabrang Lor. Dia diangkat menjadi Raja menggantikan ayahnya.
Pada waktu usianya tujuh belas tahun dia ikut bertempur di selat Malaka
memerangi orang Portugis, bantu membantu dengan Sultan dari Malaka,
Sultan Machmudsyah. Oleh sebab itu dia bergelar Pangeran Sabrang Lor
yang artinya pergi keluar negeri. Setelah memerintah Kerajaan selama
tiga tahun dia dibunuh oleh seseorang. Rumor di masyarakat mengatakan
bahwa yang membunuh adalah adiknya yang terkecil, Pangeran Trenggono.
Anak
ke tiga adalah Pangeran Kanduruan atau Pangeran Seda Lepen. Dia
seharusnya berhak menduduki tahta kerajaan, tapi sayang dia dibunuh oleh
keponakannya sendiri, Pangeran Prawoto, anak tertua dari Pangeran
Trenggono.
Jadi Kerajaan Demak berlumuran darah yang dilakukan oleh Sultan Trenggono beserta keluarganya.
Jaka
Tingkir akan menghadap Sultan Demak yang pada saat itu adalah Sultan
Trenggono. Yang pertama dia kunjungi adalah Lurah Ganjur guna mendapat
rumah penginepan. Dia serahkan surat dari ibu angkatnya kepada Ki
Lurah.
" Hai Jaka, kamu sekarang sudah besar. Saya teringat pada
waktu saya berkunjung terakhir kerumahmu, engkau masih kecil, umyur
kamu lima tahun." kata Lurah Ganjur.
" dia seorang pemuda ganteng, sopan dan kuat; jadi saya kira dia akan mudah untuk menjadi abdi dalem Istana," pikir Ki Lurah.
"
Hai Jaka besok adalah hari Jumat. Sultan akan sembahyang di Mesjid
Agung Demak. Jadi besok pagi-pagi kita bersama-sama akan membersihkan
mesjid. Diharapkan Sultan akan melihat kamu dan mengangkat kamu sebagai
pengawalnya atau abdi dalem." kata Ki Lurah.
" Terimakasih, ini
adalah kesempatan saya untuk melihat Sultan yang terkenal itu dari
jarak dekat dan juga untuk pertama kalinya," kata Jaka Tingkir.
Pagi-pagi
sekali Ki Lurah beserta stafnya dan juga Jaka sudah berangkat ke
Mesjid untuk bekerja membersihkan Mesjid dan halamannya.
Disebabkan
Jaka terlalu tekun dengan pekerjaannya, dia tidak melihat atau
menyadari kalau Sultan dan rombongannya sudah dekat akan memalui
tempatnya. Jika dia pergi begitu saja maka dia akan membelakangi Sultan.
Tetapi jika dia diam ditempat itu, tentu dia akan dilanggar oleh
Sultan beserta rombongannya. Tempat dia sedang bekerja adalah diantara
dua kolam yang tempatnya sempit, tempat lalu Sultan. Tiba-tiba dia
melompat melewati kolam. Itu adalah salah satu pelajaran silat yang
diajarkan oleh Ki Ageng Sela.
Sultan dan rombongan sangat
terkejut begitu juga Ki Lurah Ganjur. Sultan mendekati Lurah Ganjur
dan memberi tanda agar anak muda tadi untuk datang menemuinya sesudah
sembahyang Jumat.
Ki Lurah Ganjur pucat mukanya," hukuman apa yang akan dijatuhkan Sultan kepada Jaka Tingkir?"
"
Tingkir tindakanmu tadi adalah melanggar kesopanan. Sultan berkenan
menemuimu nanti setelah sembahyang Jumat, saya harapkan Sultan tidak
akan memberimu hukuman," kata Ki Lurah Ganjur.
" Saya minta maaf paman; saya tidak menyadari kalau Sultan dan rombongan tiba-tiba sudah ada dimuka saya," kata Jaka Tingkir.
" Apa yang harus saya katakan kepada ibumu, Nyonya Tingkir, jika Sultan memberikan hukuman," kata pamannya.
" Akankah dia memberi hukuman?, saya hanya melompati kolam, kemudian dihukum karena tindakan itu?," kata Jaka
"
Dengan berbuat seperti itu kamu telah pamer kepandaian silatmu. Kamu
tahu bahwa Demak ini adalah gudangnya master Silat," kata pamannya.
Tidak
berapa lama kemudian Sultan beserta rombongan sudah keluar dari mesjid
dan menemui Jaka tingkir, " siapakah namamu anak muda?, kata Sultan.
" nama saya Jaka Tingkir,'
" Siapakah orang tuamu?, tanya Sultan
"
Orang tua saya bernama Ki Ageng Tingkir, masih ada hubungan keluarga
dengan Ki Lurah Ganjur, bahkan saya juga bermalam di rumah Ki Lurah."
jawabnya.
" Hmm,...kamu tidak pernah cerita bahwa kamu mempunyai
seorang keponakan Ganjur. Anak muda besok kamu menghadap saya di
Istana," kata Sultan.
Pendek cerita, Jaka Tingkir diterima sebagai "abdi dalem" pegawai Istana.
Dua
tahun kemudian dia diangkat sebagai Tumenggung di kalangan militer
Kerajaan Demak, karena dia pandai, cerdas berilmu dan tahu membawa
etiket Kerajaan.
Dia mengadakan reorganisasi kalangan
militer di Kerajaan dan melatih ketrampilan perajurit Demak yang
menjadikan militer Demak cukup disegani. Sultan sangat senang dan puas
kepada hasil kerja Jaka Tingkir, sehingga dia mengangkat anak kepada
Jaka Tingkir.
Disebabkan Jaka Tingkir adalah pemuda yang ganteng, maka banyak wanita-wanita mengharapkan menjadi kekasihnya.
Pada
suatu hari, selagi Jaka bertugas di Istana, dia melihat seorang wanita
cantik tanpa sengaja. Dia adalah Puteri Mas Cempa yang tinggal di
kaputren. Tidak seorangpun boleh masuk kedalam kaputren tanpa seizin
baginda. Puteri pun melihat dia, maka keduanya saling jatuh cinta.
"
Mana mungkin Baginda mengambil mau saya sebagai menantu, karena saya
hanyalah pemuda desa. Tapi melihat matanya, nampaknya dia jatuh hati
juga sama seperti saya. Bagaimana cara saya mengutarakan rasa cinta saya
kepadanya, kalau saya tidak diperkenankan masuk kedalam Kaputren?, itu
adalah permasalahan Jaka." pikir Jaka Tingkir.
Dia
hampir melupakannya, tetapi pada suatu hari seseorang mengantar surat
rahasia dari dia, Puteri. Dia mengundang datang ke Kaputren, dia juga
menyertakan peta jalan rahasia untuk sampai ke Kaputren sehingga tidak
ada seorangpun mengetahui kehadirannya di Kaputren. Sejak itu
terjadilah beberapa pertemuan rahasia diantara kedua pasang muda mudi
yang sedang dimabuk asmara. Sejauh ini lancar-lancar saja, karena tidak
ada yang tau pertemuan tersebut. Hanya teman-temannya mencurigai dia
sedang dilanda asmara karena sering kedapatan melamun.
Pada
akhirnya pengawal kerajaan melihat dari kejauhan, Jaka Tingkir bersama
Puteri Mas Cempa berada di Kaputren. Kemudian melaporkan ke Baginda
dan Baginda segera memanggil Jaka menghadapnya.
" Mengapa engkau berani melanggar aturan memasuki Kaputren? tanya Sultan
Belum
pernah Jaka melihat Sultan kelihatan semarah hari ini karena dia
memang belum pernah berbuat kesalahan.Nafasnya menjadi sesak dan mukanya
pucat Dia tidak pernah berkata bohong, maka juga saat ini.
" Tuanku, saya dengan Puteri Mas Cempa sedang merundingkan sesuatu," katanya
" Apa itu?," tanya Sultan.
" Kami berdua saling jatuh cinta," kata Jaka.
"
Beraninya kamu, kamu harus tau dan menyadari, kamu hanyalah pemuda
rakyat biasa dari kampung, kamu hanyalah petugas layan Istana kami.
Mulai sekarang kamu dipecat dan dihukum. Kamu masuk hutan tanpa membawa
senjata dan saya akan perintahkan semua perajurit Demak untuk menangkap
kamu hidup atau mati. Saya akan umumkan bahwa kamu telah mencuri
pusaka keramat Kerajaan, baju antakusumah, sekarang pergi, saya tidak
mau melihat kamu lagi," kata Sultan.
Sangat buruk dan
bahkan lebih buruk disebabkan mencuri baju antakusumah berarti bukan
saja perajurit Demak akan mengejarnya bahkan semua rakyat Demak akan
ikut mengejar.
" Maafkan saya Tuan, saya akan melaksanakan
perintah Tuan. Bila saya gagal dan mati, maafkan saya dan Ratu Mas
Cempa, kami berdua saling mencintai," kata Jaka.
Kemudian dia pergi masik hutan. Sepanjang itu tidak ada seorang perajuritpun yang mengikutinya guna membunuhnya.
Sultan
dibalik itu merasa sangat tertekan dan penuh penyesalan karena dia
sebenarnya membutuhkan dia sebagai perajurit yang baik, organisatoris
yang handal dan seorang pemuda yang ganteng. Jaka adalah pemuda
sempurna tanpa cacat yang dapat ditemukan. Bahkan dia adalah sempurna
sebagai memantunya. Sultan tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya adalah
berdarah biru dari kerajaan Majapahit, musuhnya.
Jaka
meninggalkan Demak dengan cepat. Tanpa tujuan, hanya kesedihan yang
mendalam dan frustrasi kehilangan kekasihnya Ratu Mas Cempa. Sewaktu
dia beristirahat dibawah pohon disuatu hutan, seseorang datang
menghampiri, " Hai anak muda mengapa kamu berada di hutan yang angker
ini?, " tanya orang tua.
" Saya Jaka Tingkir dari desa Tingkir.
Saya adalah anak dari Ki Ageng Pengging. Orang tua saya sudah mennggal
dunia sewaktu saya masih muda, kemudian saya diangkat anak oleh Ki
Ageng Tingkir jadi nama saya adalah Jaka Tingkir.
Matanya
menjadi basah karena menangis. " Oh anakku ayahmu adalah temanku, nama
saya adalah Ki Ageng Butuh. Jadi apa yang terjadi dengan kamu sehingga
kamu berada dihutan ini?" tanaya Ki Ageng Butuh.
Dan jaka menceritakan apa yang terjadi.
" Jadi apa rencana kamu selanjutnya?"
" Saya tidak tau, mungkin saya akan bunuh diri," kata Jaka.
"
Jangan lakukan itu anakku, Itu tidak baik, saya tau pikiran kamu
sedang kacau karena kamu sedang mendapat kesulitan dan kesedihan yang
mendalam. Alangkah baiknya jika kamu datang kerumahku dan semua nya akan
menjadi dingin dan tenang." kata Ki Ageng Butuh.
Jaka Tingkir
setuju atas saran itu dan menginap selama seminggu atau lebih
dirumahnya. Ada juga disana tetangganya, Ki Ageng Ngerang yang juga
teman ayahnya. Kedua orang itu mengajarkan Jaka ilmu Mystic dan ilmu
spiritualism yang membuat Jaka menjadi orang baik, sopan dan bijaksana.
Sesudah
satu bulan, Jaka Tingkir ingin kembali ke Demak. Mengharapkan Sultan
sudah dapat melupakan dosanya dan dapat menerimanya seperti sebelumnya.
Sesudah mengucapkan terimakasih dan salam kepada kedua gurunya, dia
meninggalkan desa Butuh pergi ke Demak.
Dia sampai ke
pintu gerbang kerajaan dan menemui pengawal disana yang masih
mengenalinya sebagai tutor pendidikan kemiliteran. Mereka bercakap dan
berdiskusi mengenai situasi Istana. Tetapi Sultan masih marah kepada
Jaka, kata pengawal itu.
Jaka sangat kecewa dengan keterangan itu, dia meninggalkan Demak dan menuju Pengging, kota kelahirannya.
Dia
meninggalkan Pengging sewaktu dia berumur dua tahun, maka tampak agak
aneh kota itu. Dia bertanya kepada seseorang di jalan, dimana kuburan
ayahnya. Dia pergi kekuburan ayahnya guna memberikan bunga. Dia
tertidur dikuburan karena dia terlalu lelah berjalan. Dia bermimpi
seseorang datang kepadanya dan berkata, " anakku Karebet, jangan
bersedih jangan biarkan hidupmu menjadi sia-sia. Jadi kamu harus pergi
ke desa Banyu Biru dan temui Ki Buyut Banyu Biru, jadilah muridnya dan
patuhi semua perintahnya. Aku adalah ayahmu, Ki Ageng Pengging.
Dia terbangun dan merasa aneh karena mimpi itu seperti sungguhan terjadi.
Siapakah Ki Buyut Banyu Biru?. Dia sebenarnya adalah Kebo Kanigara, kakak dari ayahnya.
Ki
Banyu Biru paman Jaka Tingkir adalah guru yang terkenal, banyak
anak-anak muda datang berkunjung untuk menjadi muridnya,diantaranya
adalah Mas Manca dari desa Calpitu di kaki Gunung Merapi. Ayahnya adalah
tantama dari militer Majapahit bernama Jabaleka. Murid yang lain
adalah Ki Wuragil dan Ki Wila adalah keponakan dari Ki Banyu Biru
sendiri.
Ki Banyu Biru mempunyai kesaktian untuk mendapat
inspirasi bahwa dia akan menerima seorang murid yang akan menjadi Raja
terkenal ditanah Jawa. Pada sore harinya datanglah Jaka Tingkir yang
melamar menjadi muridnya. Ki Banyu Biru menerima dengan senang hati.
Jaka Tingkir belajar dengan rajin dan dia juga dapat berteman dengan
murid-murid yang lain. Dalam tempo tiga bulan dia sudah dapat menguasai
semua ilmu dan lulus dalam ujian.
" Jaka tiga bulan sudah cukup
untuk kamu belajar ilmu dari saya, nah sekarang kamu kembali ke Demak
dan menghadap Sultan kembali," kata Ki Banyu Biru.
" Tetapi saya takut, karena Sultan akan menolak saya," kata Jaka.
"
Jangan takut dan jangan ragu-ragu anakku; Sultan akan mengadakan
kunjungan ke gunung Prawata pada musim ini seperti biasanya dan kamu
dapat menemui dia disana; ini saya bekali kamu segenggam tanah," kata Ki
Banyu Biru.
" Segenggam tanah? untuk apa?,"
" Pada
perjalanan kamu nanti, kamu akan menemui kerbau Danu di kaki gunung
Prawata; jejali dia dengan tanah ini, kerbau itu akan mabuk dan
mengamuk; ikuti dia kemana larinya; dia akan menuju ke alun-alun dimuka
villa Raja; kemudian Raja akan meminta kamu untuk menangkap binatang
itu," kata Ki Banyu Biru.
" Menakjubkan planing Ki Banyu Biru, tetapi mungkin ini merupakan ramalan bukan rencananya," pikir Jaka.
" Saya harap rencana ini akan terealisasi nantinya," kata Jaka.
"
Jaka kamu akan ditemani oleh Ki Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila. Jadilah
tim yang kompak dalam menghadapi semua hal," kata Ki Banyu Biru.
Kempat
anak muda itu memulai perjalanannya menuju gunung Prawata. Pada
perjalanannya mereka memerlukan tempat bermalam. Lurah disuatu desa
menawarkan rumahnya untuk menginap. Lurah itu bernama Bahureksa. Mereka
menerima tawarannya.
Adalah seorang gadis cantik dan
menarik dan juga pandai bergaul tinggal dirumah itu. Dia adalah anak
gadisnya Ki Lurah sendiri, namanya Kaninten. Jaka tertarik dengannya
dan Kanintenpun merespon, maka jadilah cinta kilat. Karena mereka hanya
tinggal dua hari saja, maka Jaka dan kawan-kawannya minta pamit kepada
Ki Lurah untuk meneruskan perjalanannya.
" Ki Lurah, kami berterimakasih atas layanan, selanjutnya kami minta diri untuk meneruskan perjalanan kami," kata Jaka.
"
Sebelum engkau pergi, saya ada berita dari anak saya yang mengatakan
bahwa kamu telah mempermalukan anak saya. Maka saya minta kepada kamu,
Jaka Tingkir, untuk mengawini anak saya," kata Ki Lurah.
" Saya tidak melakukan apa-apa; saya minta maaf jika dalam pergaulan saya telah menykiti anda semua,"
" Saya memaksa atau saya akan bunuh kamu semua," kata Ki Lurah.
"
Saya sudah mempunyai kekasih yang akan saya kimpoii segera, dia adalah
Ratu Mas Cempa, puteri kerajaan Demak; saya tidak bisa mengawini
Kaninten," kata Jaka
Bahureksa memegang hulu kerisnya dan
menusuk dengan gerakan cepat. Jaka menghindar dan kemudian membalas
dengan pukulan yang tepat kemukanya. Walaupun tanpa senjata, Jaka dapat
mengatasi serangan Bahureksa karena dia adalah muridnya Ki Ageng Sela
dan Ki Ageng Banyu Biru. Dalam beberapa menit, Jaka memberikan pukulan
terakhir, jadilah dia pemenang didalam pertarungan ini. Tetapi pasukan
Jagabaya atau semacam pasukan privat telah mengepung keempat anak muda
itu.
" Hai anak muda engkau telah mempermalukan anak gadis kami
yang terbaik, maka engakau tidak dapat keluar dari desa kami ini;
engkau harus mati atau kami yang mati," kata pemimpin Jagabaya.
"
Tenang ki Sanak, saya tidak melakukan sesuatu atau menyakiti Kaninten,
bahkan dia sekarang baik-baik saja; saya tidak melakukan sesuatu,
sumpah, saya minta maaf," kata Jaka.
" Baiklah, atas nama
Bahureksa saya akan merundingkan kepada kamu; saya menawarkan, untuk
kompensasi malu Kaninten saya minta kamu membayar seribu Kepeng," kata
kepala Jagabaya.
" Baiklah saya terima tawaranmu," kemudian Jaka membayar.
Mereka
mendapatkan pengalaman berharga di desa Bahureksa ini tentang wanita.
Jaka Tingkir harus mengendalikan keinginannya kepada wanita dimasa akan
datang. Wanita itu dapat merubah nasib seorang laki-laki dan dapat
merubah karir seorang laki-laki.
Mereka meneruskan
perjalanannya ke gunung Prawata guna menemui Sultan. Setelah sampai
dikaki gunung mereka melihat seekor kerbau sedang merumput, ini
tentulah kerbau Danu yang dikatakan oleh Ki Banyu Biru. Dan tentunya
padang rumput ini sudah dekat dengan Vila Raja. Jaka Tingkir mengambil
segenggam tanah dari kantung nya dan mendekati kerbau tadi, " kalem,
sedikit kerbau," kemudian dijejalkan tanah itu kedalam mulutnya.
Beberapa menit kemudian, Kerbau itu menggoyang-goyangkan kepalanya,
matanya mulai merah dan kakinya mulai digaruk-garukan ketanah. Berhasil
kerja tanah tadi.
Kerbau Danu benar-benar mabuk, dia lari
dengan cepat kearah pasar. Dia lari dengan cepat menabrak apa-apa yang
didepannya. Orang-orang dipasar gempar dan lari menyelamatkan diri
sambil berteriak-teriak. Tidak seorangpun yang dapat emnangkap atau
menenangkan kerbau itu, bahkan perajurit-perajurit Demak, sehingga
salah seorang perajurit menghadap Sultan langsung dan melapor," Tuan,
ada seekor kerbau yang mengamuk menghancurkan apa saja di pasar, tak
seorangpun yang sanggup melawannya,"
" Seekor binatang mengamuk
dan tak seorangpun berusaha. Baiklah, saya perintahkan kepada kamu
untuk memobilisasi perajurit guna menangkapnya, giring dia kearah
alun-alun dan buatkan sebuah panggung untuk saya guna mengamati
alun-alun," kata Sultan.
" Baik Tuanku"
Kerbau Danu adalah
kerbau besar yang garang, memasuki alun-alun. Ada beberapa serdadu yang
mencoba menangkapnya tetapi gagal bahkan beberapa perajurit terluka
dan yang lain menjadi takut. Beberapa pekerja sibuk membuat panggung
untuk raja mengamati. Hari itu adalah hari ketiga sejak Danu mabuk
dicekoki tanah kedalam mulutnya.
Sultan dan pengikutnya
duduk di panggung. Dia menarik kesimpulan bahwa semua serdadunya telah
gagal. Sementara itu orang-orang dari kampung dan kampung sekitarnya
telah datang kepinggir alun-alun menonton kerbau yang mabuk.
Diantaranya adalah Jaka Tingkir dan teman-temannya. Tiba-tiba Sultan
melihat Jaka diantara rakyat tanpa sengaja. Sultan memberikan tanda
kepada bawahannya dan berkata," adakah kamu melihat anak muda yang
berada disana. Dia pasti Jaka Tingkir. Katakan kepadanya untuk
menangkap kerbau. Jika dia berhasil, saya akan memberikan pengampunan
atas dosa-dosanya." Pengawal mendekati Jaka Tingkir, " Hai Jaka, Sultan
meminta kamu untuk menangkap kerbau itu, jika kamu berhasil Sultan
akan memberikan pengampunan atas dosa-dosa kamu."
"Bnarkah,
saya akan mencoba, terimakasih banyak," kata Jaka. Dia melompati pagar
alun-alun dan mendekati panggung dan tunduk menghormat menghadap
Sultan. " Ini adalah kesempatan saya untuk mempraktekan ilmu silat saya
dari Ki Ageng Banyu Biru dan Ki Ageng Sela. Dan juga kesempatan saya
untuk kembali kepada karir saya dan tidak ketinggalan untuk bersatu
kembali dengan Ratu Mas Cempa," pikir Jaka.
" Tuanku, saya akan mencoba semua kemampuan saya, doakan saya," kata Jaka.
Dia
berbalik menghadapi binatang itu. Kerbau itu lari kearahnya dengan
kepala ditundukkan. Jaka menghindar dan Jaka kembali dari belakang
kerbau guna menangkap ekornya. Dia berhasil menangkap ekornya dan
menarik sekuat tenaganya sampai kerbau itu pingsan. Dia memukul kepapala
kerbau itu dengan tinjunya sampai kepala kerbau itu pecah. Kerbau mati
dalam sekejap.
Para penonton berteriak gembira ria, " Hidup Jaka, Hidup Jaka,'
Mas
Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila bersorak-sorak gembira, kemudian mereka
melompati pagar dan mendekati Jaka. Ki Manca menggendong Jaka
dipunggungnya dan berkeliling lapangan diikuti oleh teman-temannya.
Sampai dimuka panggung mereka berhenti dan memberi hormat kepada
baginda." Sangat baik Jaka,kamu hebat, engkau menghadap saya satu hari
setelah besok," kata Sultan dan tampak dia tersenyum yang menandakan
bahwa dia tidak marah lagi.
" Kanjeng Sinuwun, saya Jaka Tingkir
bersama teman-teman saya menghadap baginda, saya akan datang ke
istanamu sesuai perintah mu," kata Jaka.
Hari dimana dia
harus menghadap Sultan adalah hari yang terindah didalam hidupnya, hari
karunia dari Tuhan YME. Dia duduk dilantai dengan kaki bersila
layaknya seorang rakyat Jawa menghadap Rajanya. Kemudian baginda
bersabda, " Jaka mulai sekarang kamu menduduki pos mu sebagai Tantama
didalam kemiliteran Demak," Tamtama adalah salah satu kedudukan yang
cukup tinggi didalan ranking militer Demak.
Kabar dari
masyarakat Demak yang dia dengar, tidak seorangpun mau mengikuti Jaka
guna membunuhnya pada waktu Jaka diusir dari Jabatannya dan dihukum.
Bukan saja mereka takut tetapi juga mereka menghormati Jaka. Setiap
perajurit Demak mengakui bahwa Jaka adalah pemimpin yang karismatik.
Rumor yang tersebar dimasyarakat bahwa Jaka pernah membunuh salah
seorang perajurit yang ingin menangkapnya sewaktu dijatuhi hukuman,
dengan melempar daun sirih saja.
Setelah enam bulan
berjalan, Sultan menaikan pangkatnya menjadi Tumenggung yang setara
denga Jenderal dalam kemiliteran modern. Jaka bersyukur kepada Tuhan
YME atas karuniaNya yang diberikan dan bekerja lebih keras lagi guna
memperbaiki militer Demak. Sultan masih berambisi untuk memperluas
Kerajaannya kearah Supit Urang, Mataram dan Pasuruan, oleh sebab itulah
militer Demak harus lebih baik dari sebelumnya.
Pada
akhirnya Sultan memutuskan mengangkat Jaka Tingkir sebagai menantunya.
Alangkah senangnya dia dan juga teman-temannya tidak dapat dikatakan.
Jadi tidak ada lagi pertemuan rahasia dan tidak ada lagi pengawal yang
melaporkan kepada Raja apabila Jaka bertemu dengan Ratu Mas Cempa di
Kaputren. Semua berjalan normal dan legal sekarang.
Sultan
mengadakan pesta pernikahan anaknya yang terakhir, antara Jaka Tingkir
dengan Ratu Mas Cempa. Semua rakyat mendukung dan merestui pernikahan
pasangan yang serasi ini. Setelah pesta pernikahan, Sultan menganugrahi
kepangkatan kepada Jaka sebagai Bupati di Pajang, jadilah dia Adipati
Pajang. Pajang nama sebelumnya adalah Pengging.
Pada waktu
itu Demak memulai ekspansinya menyerang Supit Urang dan Mataram.
Keduanya dapat ditundukan dengan mudah. Kemudian menyusul Pasuruan.
Sultan sendiri memimpin penyerangan disertai dengan puteranya yang
kedua, Pangeran Timur dan tentu saja dengan Jaka Tingkir. Pada
penyerangan ke Pasuruan, Sultan gugur dibunuh oleh dayangnya sendiri di
tendanya. Dayang itu adalah suruhan Pangeran Aryo Penangsang, putera
dari Pangeran Kanduruan. Dulu Pangeran Kanduruan dibunuh oleh
keponakannya sendiri Pangeran Prawoto, putera dari Sultan Trenggono.
Pasukan
Demak ditarik mundur dari peperangan bersama dengan mayat Rajanya.
Kemudian di Demak dilakukan penobatan raja baru yaitu Pangeran Prawoto
dengan gelar Sultan Mukmin, menggantikan ayahandanya, Sultan Trenggono.
Sunan Giri sangat mendukung penobatan tersebut. Sunan Giri adalah
salah satu dari sembilan orang suci. Jadi dia mempunyai pengaruh
politik didalam kesultanan Demak. Sultan Prawoto juga dilantik sebagai
pemimpin agama, maka dia juga disebut sebagai Sunan Prawata.
Jaka
Tingkir dan keluarganya tinggal di Pajang sebagai Adipati Pajang.
Mereka bekerja keras membangun daerahnya. Rakyat sebetulnya lebih setuju
memilih Jaka sebagai raja mereka, jika ada pemilihan bebas seperti di
era moderen, oleh sebab itu banyak rakyat yang pindah ke Pajang untuk
menjadi rakyatnya Adipati Pajang. Semua temannya dan rakyatnya mendukung
dia menjadi raja, maka Jaka mengangkat dirinya sebagai Raja denga
gelar Sultan Hadiwijoyo. Ibukota kerajaan adalah Pajang, maka
kerajaannya pun bernama Kerajaan Pajang.
Kerajaan Demak
semetara itu mengalami kemunduran sejak Sultan Prawoto sakit. Rakyat
disitu pun tidak protes dengan berita Jaka Tingkir mengangkat dirinya
menjadi Raja; mereka berpendapat bahwa wahyu keprabon memang jatuh
kepada Jaka Tingkir yang berarti memang Tuhan YME menghendaki dia
sebagai Raja.
Sultan Hadiwijoyo tidak melupakan janjinya
kepada Ki Ageng Sela, maka dia memanggil keluarga gurunya untuk
didudukan sebagai pembantu-pembantunya di kerajaan; Sultan memanggil Ki
Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela. Ki Ageng Ngenis membawa puteranya,
Ki Ageng Pemanahan.
Kita dapat membuat catatan kecil mengenai pembantu-pembantu Sultan Hadiwijoyo seperti dibawah ini :
Mas
Manca diangkay sebagai patih Pajang dan bergelar Patih Mancanegara.
Dia menjadi tangan kanan Sultan Hadiwijoyo dan banyak berjasa dalam
perkembangan Pajang.
Ki Wuragil dan Ki wila diangkat sebagai
Bupati dalam, banyak berjasa dalam pengembangan wilayah seperti membuka
lahan pemukiman dan perladangan.
Ki Ageng Banyu Biru diangkat sebagai penasehat kerajaan atau Pepunden.
Sultan juga tidak melupakan Ki Ageng Sela, seperti sudah diterangkan diatas.
Ki Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela diberikan desa perdikan yang disebut desa Nglaweyan.
Selain
Ki Ageng Pemanahan,sebagai putera tertua, Ki Ageng Ngenis juga
mengangakat anak yang namanya Panjawi. Kedua puteranya ini adalah murid
dari Sunan Kali Jaga. Oleh Sultan Hadiwijoyo keduanya ditugaskan
sebagai kepala pasukan tamtama Pajang dan juga Keduanya diangakat
saudara oleh Sultan.
Ki Ageng Pemanahan mempunyai putera seorang
bernama Raden Bagus Danang. Kemudian hari puteranya ini diangkat anak
oleh Sultan Hadiwijoyo sebagai "lanjaran' karena Sultan tidak mempunyai
anak. Pangeran ini dikenal dengan nama Ngabehi Lor Ingpasar.
Ki Ageng Pemanahan juga membawa kakak iparnya bernama Ki Jurumartani didalam pemerintahan Sultan Hadiwijoyo.
Sementara
itu Aryo Penangsang, Adipati Jipang Panolan tidak merasa puas dan
marah besar, " Beraninya si Jaka Tingkir mengangakat dirinya sebagai
Raja, lalu dengan demikian saya berada dibawah kekuasaannya dan saya
harus melapor, tidak sudi. Seharusnya saya adalah Raja Demak, karena
saya adalah putera Pangeran Kanduruan dan bukan si Prawoto".
Adipati
Jipang sangat frustrasi karena skenarionya gagal. Misinya membunuh
Sultan Trenggono berhasil dengan sukses, seharusnya diikuti dengan
penobatan dia sebagai Raja Demak pada langkah berikutnya. Mengapa tidak
ada orang mendukung dia sebagai Raja, bahkan kakeknya yang diharapkan
tidak juga mendukungnya. Oleh sebab itulah dia bermaksud pergi ke Kudus
hendak mencurahkan ketidak puasannya dan nasibnya kepada kakeknya,
Sunan Kudus. Mengapa dia gagal menjadi Raja.
Sebagaimana
diketahui Sunan Kudus adalah pembunuh ayah Karebet. Tetapi didalam
cerita ini dikatakan bahwa Sunan Kudus juga sebagai salah satu gurunya
Karebet. Jadi Sultan Hadiwijoyo menghormati Sunan Kudus, sekalipun dia
adalah pembunuh ayahnya.
Sebaliknya Sunan Kudus adalah
kakeknya Aryo Penangsang. Oleh sebab itulah Sunan Kudus selalu membela
cucunya. Bukan hanya cucunya tetapi juga Sunan Kudus adalah gurunya.
Adipati
Jipang Panolan beserta seluruh stafnya datang ke Kudus, menghadap
Sunan Kudus. Dia datang dengan marah dan muka yang masam, tidak
tersenyum dan tidak hormat kepada semua yang orang yang ditemuinya di
Kasuhunan.
" Penangsang, bukan caranya begitu, menghadap saya dengan muka marah dan masam seperti kamu itu," kata Sunan Kudus dengan marah.
"
Saya minta maaf, Eyang benar, saya lagi muak, mengapa Prawoto yang
menjadi Raja, seharusnya saya. Percuma saya melenyapkan Paman
Trenggono," kata Aryo Penangsang.
" Hai jangan ngomong
sembarangan, ngawur seperti itu. Apakah kamu datang hanya ingin
mencurahkan kemarahanmu?, kata Sunan Kudus dengan lebih marah.
Aryo
Penangsang demikian sombong sehingga dia merasa biasa saja sewaktu
mengatakan bahwa dia yang melenyapkan Sultan Trenggono. Hal ini yang
membuat Sunan Kudus marah besar.
" Maaf Eyang Guru,bukan maksud saya mau marah-marah dimuka guru, tetapi saya memang sedang frustrasi," kata Aryo Penangsang.
"
Baiklah saya dapat mengerti apa yang sedang kamu hadapi, tetapi
hadapilah masalah ini dengan kalem dan mudah," kata Sunan Kudus.
"
Semua orang yang mengetahui sejarah Demak, tentu akan setuju bila saya
sebenarnya adalah Raja yang syah,karena saya adalah putera Pangeran
Kanduruan, tetapi mengapa semua orang tidak mendukung saya, bahkan Eyang
sendiri tidak mendukung, " kata Aryo Penangsang Dia sudah mengatakan
maaf tidak akan marah, tetapi kali ini marah lagi bahkan marah langsung
kepada Eyangnya.
Dia meneruskan," Saya juga sakit hati dengan
tindakan si Karebet yang tidak diduga langsung menjadi Raja, beraninya
dia, apa pangkatnya dia dan dia tidak menghargai saya tidak memandang
martabat saya. Saya tidak setuju Jipang Panolan dibawah kekuasaan
Pajang.
" Baiklah, apakah kamu sudah puas mencurahkan semua
masalahmu? Jangan dikira aku kakekmu diam berpangku tangan, tidak,
bahkan saya berpikir bagaimana memecahkan masalah ini,"
" Apa
pendapatmu, bila seseorang sebagai muridku berchianat kepada
almamaternya dan pergi berguru kepada orang lain?" kata Sunan Kudus.
" Siapakah dia yang dimaksud guru?,"
" Dia adalah Pangeran Prawoto. dia lari dan berguru kepada Sunan Kali Jaga," kata Sunan Kudus.
" Jadi apa yang akan kita lakukan guru?"
"
Engkau adalah muridku, apakah engkau mau bermaksud membersihkan
sekolahmu dari penghianat seperti Pangeran Prawoto?" kata Sunan Kudus.
" Akan kita bunuhkah dia Guru?,"
"Saya tidak mengatakan itu," kata Sunan
" Guru katakanlah denganjelas dan tegas," kata Aryo Penangsang.
" Penangsang jangan memaksa saya, berbicara harus dengan sopan kepada gurumu," kata Sunan Kudus.
" Maaf, tetapi saya akan menunggu perintahmu," kata Aryo Penangsang.
"
Tidak, saya tidak akan mengeluarkan perintah. Kamu datang ke Kudus
dengan kemarahanmu untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, itu
semua adalah masalahmu, dan bukan masalah saya," kata Sunan Kudus.
" Apakah engkau merestui Eyang?, " kata Aryo Penangsang.
"
Tidak, saya ingin mengatakan bahwa saya tidak pernah memberi kamu
perintah untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, tetapi saya
juga tidak pernah mencegahmu. Tetapi harus diingat bahwa Sultan Prawoto
bukan saja seorang Raja tetapi juga seorang pemimpin Agama. Jadi apa
bila terjadi sesuatu yang tidak baik dengannya, negeri ini akan geger,"
kata Sunan Kudus.
" Saya tidak perduli. Saya siap apapun yang
akan terjadi bahkan saya siap untuk menyatakan perang dengan Kerajaan
Demak," kata Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang dan Patih Matuhun kembali ke Jipang Panolan.
Pada Istananya, Aryo Penangsang memanggil pengawalnya yang terbaik, namanya Rangkud untuk diberi tugas.
" Rangkud kamu mempunyai tugas dari saya. Saya tau bahwa tugas ini berat bagimu, bunuh raja Demak."
"
Jangan katakan tidak, setiap perajurit Jipang Panolan adalah pembrani
dan tidak takut mati untuk Negaranya dan Rajanya, kamu mengerti?," kata
Aryo Penangsang.
" Tetapi,...."
" Tidak ada tetapi, kerjakan perintah ssaya,"
" Raja Demak mempunyai kesaktian yang mana keris saya tidak akan mempan menembus tubuhnya," kata Rangkud.
"
Jangan takut akan hal itu, ambil keris kamu dan bawalah kepada Sunan
Kudus, Sunan akan membacakan mentera dikeris kamu, maka besi tua itu
akan bertuah."